Saya sedih, bukan karena kematian MJ yang dipuja jutaan orang di dunia.
Tapi saya sedih, karena pada saat yang sama, berlangsung perkebumian
seorang muslimah yang Insya Allah menjadi seorang syahidah karena
mempertahankan jilbabnya. Marwa Al-Sharbini, seorang ibu satu anak yang
sedang mengandung tiga bulan, syahid akibat ditikam sebanyak 18 kali
oleh seorang pemuda Jerman keturunan Rusia yang anti-Islam dan
anti-Muslim. Tapi berita ini, sama sekali tidak saya temukan di tv-tv
kita , negara yang majaroti penduduknya Muslim, bahkan mungkin, tak
banyak dari kita yang tahu akan peristiwa yang menimpa Marwa
Al-Sharbini.
Ribuan orang di Mesir yang mengantar jenazah Marwa Al-Sharbini ke tempat
istirihatnya yang terakhir, memang mungkin banyak orang yang menangisi
kepergian Michael Jackson. Marwa hanya seorang ibu dan bukan superstar
seperti MJ. Tapi kepergian Marwa Al-Sharbini adalah lambang jihad
seorang muslim. Marwa Al- Sharbini mempertahankan harga dirinya sebagai
seorang Muslimah yang mematuhi ajaran agamanya meski pun untuk itu ia
kehilangan nyawanya.
Marwa Al-Sharbini ditikam di ruang sidang kota Dresden, Jerman saat akan
memberikan kesaksian atas ancaman terhadapnya . Ia mengadukan sorang
pemuda Jerman bernama Alex W yang kerap menyebutnya "teroris" hanya
karena ia mengenakan jilbab. Dalam suatu kesempatan, pemuda itu bahkan
pernah menyerang Marwa dan berusaha melepas jilbab Muslimah asal Mesir
itu. Di persidangan itulah, Alex kembali menyerang Marwa, kali ini ia
menikam Marwa Al-Sharbini berkali-kali. Suami Marwa yang berusaha
melindungi isterinya, malah terkena tembakan pehak berkuasa keamanan
pengadilan yang berdalih tak sengaja menembak suami Marwa yang kini
dalam kondisi kritis di rumah sakit Dresden.
Peristiwa ini sepi dari pemberitaan di media massa Jerman dan mungkin
dari pemberitaan media massa asing dunia karena yang menjadi korban
adalah seorang muslimah yang dibunuh oleh orang Barat yang anti-Islam
dan anti-Muslim. Situasinya mungkin akan berbeda jika yang menjadi
korban adalah satu orang Jerman atau orang Barat yang dibunuh oleh
seorang ektrimis Islam. Beritanya dipastikan akan gempar dan mendunia.
Itulah sebabnya, mengapa di tv-tv kita cuma sibuk dengan pemberitaan
pemakaman Michael Jackson yang mengharu biru itu. Tak ada berita
pemakaman Syahidah Marwa Al-Sharbini yang mendapat sebutan "Pahlwan
Jilbab". Tak ada protes dunia Islam atas kematiannya. Tak ada tangisan
kaum muslimin dunia untuknya. Tapi tak mengapa Marwa Al-Sharbini, karena
engkau akan mendapatkan tempat yang paling mulia di sisiNya ALLAH SWT .
Seiring doa dari orang-orang yang mencintaimu. Selamat jalan saudariku,
maafkan kami jika kurang peduli ...
Ribuan Orang Mengiringi Pemakaman Pahlawan Jilbab
Ribuan orang mengantarkan jenazah Marwah Al-Sharbini ke tempat peristirahatannya yang terakhir di kota Alexandria, Mesir waktu setempat. Ribuan orang itu berjalan mengiringi peti jenazah Marwa yang mendapat sebutan “martir jilbab”.
Kematian Marwa memicu kemarahan di kalangan komunitas Muslim di Jerman dan Mesir-negara asal Marwa-tetapi juga komunitas Muslim di berbagai negara. “Tidak ada Tuhan selain Allah dan orang-orang Jerman adalah musuh Allah,” kata seorang warga Mesir yang ikut mengantarkan jenazah Marwa ke pemakaman.
“Kami akan membalas kematiannya. Barat, mereka tidak mau mengakui kita. Di sana ada rasisme,” ujar Tarek Al-Sharbini, saudara lelaki Marwa.
Selain Marwa, suaminya juga menjadi korban dan sekarang masih dalam kondisi kritis di sebuah rumah sakit Dresden, Jerman. Suami Marwa secara tak sengaja terkena tembakan aparat saat sang suami mencoba melindungi istrinya yang diserang dengan senjata tajam oleh pemuda Jerman keturunan Rusia.
Peristiwa itu terjadi di ruang sidang di kota Dresden, saat Marwa akan memberikan kesaksian atas kasusnya. Marwa menuntut pemuda yang juga tetangganya itu ke pengadilan karena menyebutnya sebagai teroris hanya karena ia mengenakan jilbab. Marwa berada di Jerman mengikuti suaminya yang sedang melakukan riset dengan biaya beasiswa.
Menurut kakak lelaki Marwa, aparat mengira suami Marwa yang melakukan serangan sehingga petugas keamanan pengadilan itu menembaknya. “Para aparat keamanan itu berpikir, sepanjang orang itu tidak berambut pirang, maka dialah pelaku serangannya, dan mereka menembak suami Marwa,” kata kakak lelaki Marwa.
Pemuda Jerman keturunan Rusia yang menyerang Marwa, bernama Alex W, 28, kini mendekam di penjara dan akan dikenakan tuduhan baru yaitu pembunuhan. Christian Avenarius, jaksa pengadilan Dresden mengatakan, Alex menusuk Marwa karena didorong rasa kebencian yang dalam terhadap Islam, karena sejak awal pengadilan, Alex yang berimigrasi ke Jerman tahun 2003 sudah mengungkapkan pernyataan-pernyataan anti-Islam dan anti-Muslim.
Dari wawancara di beberapa media Mesir, keluarga Al-Sharbini di Mesir mengatakan bahwa pelaku penusukan sudah sering menghina dan melecehkan Marwa, bahkan pernah mencoba melepas jilbab Marwa. Ibu Marwa, Laila Shams mengungkapkan, Marwa juga kesulitan mendapat kerja di Jerman karena ia mengenakan jilbab.
“Suatu kali, Marwa pernah disuruh melepas jilbab jika ingin mendapatkan kerja, tapi Marwa menolaknya,” kata sang ibu.
Menanggapi kasus Marwa, Jubir pemerintah Jerman Thomas Steg mengatakan bahwa insiden ini berlatar belakang rasial dan pemerintah mengutuk keras pelakunya. Pemerintah Jerman baru bersuara atas kasus ini, setelah komunitas Muslim di negara itu mengecam pemerintah dan para politisi di Jernam yang diam saja atas kasus tersebut.
Menyindir sikap pemerintah dan para politisi di Jerman, harian independen di Mesir, El-Shorouk menulis, kalau korbannya Yahudi, barulah dunia gempar. Seorang blogger Mesir bernama Hicham Maged dalam blognya menulis,”Mari kita bayangkan, jika kondisinya dibalik, korban adalah orang Barat yang ditusuk di dunia atau di salah satu negara Timur Tengah oleh seorang Muslim ekstrim.”
Atas insiden yang menimpa Marwa, Asosiasi Farmasi Mesir sudah menyerukan boikot terhadap obat-obatan dari Jerman.
Pemerintah Mesir belum mengeluarkan pernyataan atas peristiwa yang menimpa warga negaranya. Belum jelas apakah pemerintahan Husni Mubarak akan menuntut pemerintah Jerman bertangung jawab atas kasus ini.
7 Juli Hari Jilbab Internasional untuk Mengenang Marwa Al-Sharbini
Meski pemerintah Jerman berusaha menutup-tutupi kematian Marwa Al-Sharbini, cerita tentang Marwa mulai menyebar dan mengguncang komunitas Muslim di berbagai negara. Untuk mengenang Marwa, diusulkan untuk menggelar Hari Hijab Internasional yang langsung mendapat dukungan dari Muslim di berbagai negara.
Usulan itu dilontarkan oleh Ketua Assembly for the Protection of Hijab, Abeer Pharaon lewat situs Islamonline. Abeer mengatakan, Marwa Al-Sharbini adalah seorang martir bagi perjuangan muslimah yang mempertahankan jilbabnya. "Ia menjadi korban Islamofobia, yang masih dialami banyak Muslim di Eropa. Kematian Marwa layak untuk diperingati dan dijadikan sebagai Hari Hijab Sedunia," kata Abeer.
Seruan Abeer disambut oleh sejumlah pemuka Muslim dunia antara lain Rawa Al-Abed dari Federation of Islamic Organizations di Eropa. "Kami mendukung usulan ini. Kami juga menyerukan agar digelar lebih banyak lagi kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak muslimah di Eropa, termasuk hak mengenakan jilbab," kata Al-Abed.
Selama ini, masyarakat Muslim di negara-negara non-Muslim memperingati Hari Solidaritas Jilbab Internasional setiap pekan pertama bulan September. Hari peringatan itu dipelopori oleh Assembly for the Protection of Hijab sejak tahun 2004, sebagai bentuk protes atas larangan berjilbab yang diberlakukan negara Prancis.
Seperti diberitakan sebelumnya di Eramuslim, Marwa Al-Sharbini, 32, meninggal dunia karena ditusuk oleh seorang pemuda Jerman keturunan Rusia pada Rabu (1/7) di ruang sidang gedung pengadilan kota Dresden, Jerman. Saat itu, Marwa akan memberikan kesaksian dalam kasus penghinaan yang dialaminya hanya karena ia mengenakan jilbab.Belum sempat memberikan kesaksiannya, pemuda Jerman itu menyerang Marwa dan menusuk ibu satu orang anak itu sebanyak 18 kali. Suami Marwa berusaha melindungi isterinya yang sedang hamil tiga bulan itu, tapi ia juga mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Kasus Marwa Al-Sharbini menjadi bukti bahwa Islamofobia masih sangat kuat di Barat dan sudah banyak Muslim yang menjadi korban. "Apa yang terjadi pada Marwa sangat berbahaya. Kami sudah sejak lama mengkhawatirkan bahwa suatu saat akan ada seorang muslimah yang dibunuh karena mengenakan jilbab," kata Sami Dabbah, jubir Coalition Against Islamophobia.
Dabbah mengatakan, organisasinya berulang kali mengingatkan agar para muslimah waspada akan makin menguatnya sikap anti jilbab di kalangan masyarakat Barat.
Profesor bidang teologi dan filosifi dari Universitas Al-Azhar, Amina Nusser juga memberikan dukungannya atas usulan Hari Jilbab Internasional yang bisa dijadikan momentum untuk merespon sikap anti-jilbab di Barat. "Hari peringatan itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk mengingatkan Barat agar bersikap adil terhadap para muslimah dan kesempatan untuk menunjukkan pada Barat bahwa Islam menghormati keberagaman," tukas Nusser.
Nusser menegaskan bahwa hak seorang muslimah untuk berbusana sesuai ajaran agamanya, tidak berbeda dengan hak penganut agama lainnya. Ia mengingatkan, bahwa kaum perempuan penganut Kristen Ortodoks juga mengenakan kerudung sebelum masuk ke gereja.
Dukungan untuk menggelar Hari Jilbab Internasional juga datang dari Muslim Association of Denmark. Ketuanya, Mohammed Al-Bazzawi. "Hari Jilbab untuk mengingatkan masyarakat Barat bahwa hak muslimah untuk mengenakan jilbab sama setara dengan hak perempuan non-Muslim yang bisa mengenakan busana apa saja. Mereka di Barat yang bicara soal hak perempuan, selayaknya menyadari bahwa mereka juga tidak bisa mengabaikan hak seorang perempuan untuk mengenakan jilbab," tandas Al-Bazzawi.
Bagaimana dengan Muslim Indonesia, apakah akan memberikan dukungan juga?
sepenggal kisah lain:
Dia Tetap Berpegang kepada jilbabnya, Walaupun Kapal akan Tenggelam
Ini kisah tentang wanita Mesir yang bersama suaminya akan menunaikan ibadah haji. Mereka datang melalui jalan laut. Mereka tiba dan menunaikan manasik haji.
Mereka thawaf di Ka’bah, melakukan sa’i, meminum air zam-zam, dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka tiada henti-hentinya meneteskan air mata, hingga kembali pulang menuju negeri mereka melalui jalan laut. Suaminya berkata, “Kami berada di dalam sebuah ruangan kamar kapal laut. Ada saya, istri dan anak-anak saya.”
Ketika itu kami sedang bercengkerama, tiba-tiba terdengar teriakan keras dan hentakan telapak kaki. Saya pun keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata semua orang berteriak dengan keras, “Kapal akan tenggelam. Kapal akan tenggelam!”
Dengan penuh ketakutan, saya secepatnya kembali ke kamar dan berkata kepada istri saya, “Kita harus segera keluar, kapal ini akan tenggelam, kapal ini akan tenggelam!” Tapi istri saya menolak, “Tidak, aku tidak akan keluar.”
“Apa yang kamu katakan? Apa kamu sudah gila? Apa akalmu telah hilang? Kapal ini akan tenggelam, kamu ingin mati?”
Dia menjawab, “Aku tidak akan keluar sebelum aku mengenakan jilbabku dengan sempurna.”
Saya berusaha menjelaskan kepadanya bahwa orang-orang saat ini tidak akan sempat memandang wanita, karena sedang berada dalam bencana yang besar.
Istriku menjawab, “Aku tidak akan berdebat dalam perkara ini dan janganlah engkau mendebatku dalam masalah ini. Demi Allah, aku tidak akan keluar dari kamar ini kecuali aku telah mengenakan jilbabku dengan sempurna, jilbab yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.”
Aku pasrah dengan realita yang terjadi. Maka dia mengenakan jilbabnya. Saat itu orang-orang saling mendorong ingin menyelamatkan diri mereka masing-masing.
Lalu dia mengenakan jilbabnya yang mengagumkan. Saat itu istriku tampak sangat tenang. Tidak terlihat tanda-tanda gelisah, takut, dan bersedih. Kemudian kami keluar dan ia telah mengenakan jilbabnya dengan sempurna. Aku memegang tangannya dan ia memegang erat tanganku.”
Tiba-tiba istriku bertanya, “Wahai suamiku, apakah engkau ridha kepadaku?” Aku pun menjawab,”Ya.”
Sungguh aku merasa aneh dengan pertanyaannya. Apakah ini saat yang tepat dia bertanya begitu?”
Dengan jawabanku itu, istriku merasa gembira dan aman. Ia menyunggingkan senyuman. Lalu kami pergi untuk mencari keselamatan. Akan tetapi kami dipisahkan oleh ombak yang besar. Akhirnya kapal kami pun tenggelam.
Tak lama kemudian datanglah tim penyelamat. Mereka menyelamatkan orang-orang yang masih bisa diselamatkan dan tidak mampu menyelamatkan sisanya.
Saya termasuk orang yang selamat. Saya dan anak-anak mencari istri saya di tengah orang-orang yang selamat, namun saya tidak menemukannya. Lalu saya pergi ke tempat para jenazah korban yang tenggelam. Saya mendapatkannya dalam keadaan telah mati dalam jilbabnya.
Laa ilaaha illallah…
Betapa jauhnya para wanita kita dibanding wanita ini. Salah seorang dari mereka keluar rumah dengan merasa aman, bebas, dan tenang. Dengan perasaan seperti itu, ia keluar ke pasar dengan memperlihatkan kepalanya, memakai wewangian, berdandan, dan menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya.
Sebaliknya, wanita yang dalam bahaya dan bencana besar ini tetap berpegang kepada jilbabnya. Saya tidak ingin mengomentari sikap ini. Akan tetapi saya ingin menyerukan kepada saudari-saudari yang beriman, “Bertakwalah (takutlah) kepada Allah dalam jilbab anda. Manakah yang anda pilih, jilbab anda atau Neraka? Bertakwalah kepada Allah tentang simbol kesucian dan kehormatan ini.
Janganlah meninggalkan bagaimanapun keadaan dan perihal anda. Takut terhadap su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek) adalah kebiasaan para ulama dan merupakan sesuatu yang mengejutkan orang-orang shalih.
Sahl bin Abdullah At-Tustury berkata, “jilbabmu atau Neraka? Bertakwalah kepada Allah dalam masalah simbol kesucian dan kehormatan. Jangan melepaskannya bagaimanapun kondisi dan keadaanmu…”
Takut terhadap su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek) adalah kebiasaan para ulama dan sesuatu yang mengejutkan orang-orang shalih.
Sahl bin Abdullah At-Tustury berkata, “Takutnya Shiddiqin terhadap su’ul khatimah ini terjadi pada setiap detak jantungnya dan setiap gerakan. Mereka itulah yang disifati oleh Allah subhanahu wa ta`ala dengan firman-Nya, “Dengan hati yang takut”. (QS. Al-Mukminun: 60)
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya rasa takut terhadap khatimah (akhir hayat) telah menggagalkan tampilnya orang-orang yang bertakwa, dan seakan-akan orang-orang yang berbuat dosa lagi zhalim telah menandatangani kontrak keamanan.
Orang-orang yang bertakwa takut kepada su’ul khatimah, sedangkan orang-orang yang banyak dosa seakan-akan pada diri mereka terdapat jaminan keamanan. Sufyan menangis pada suatu malam dan dia semakin banyak menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, “Semua ini karena anda takut terhadap dosa?”
Beliau mengambil sebuah piring besar di tangannya lalu berkata, “Demi Allah, dosa itu terasa lebih ringan bagiku daripada ini, akan tetapi saya menangis karena takut terhadap su’ul khatimah.”
Maka hendaknya kita takut terhadap su’ul khatimah. Nabi Shalallahu Alayhi wa Sallam di dalam hadits yang shahih bersabda, “Sesungguhnya salah seorang di antara kalian benar-benar mengerjakan pekerjaan ahli Surga, sehingga tidak ada (jarak) antara dia dan Surga itu kecuali sehasta saja. Namun ia telah di dahului oleh ketentuan (takdir) Allah atasnya. Lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli Neraka, maka ia pun masuk Neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kalian mengerjakan pekerjaan ahli Neraka, sehingga tak ada (jarak) antara dia dan Neraka, kecuali sehasta saja, maka ia didahului oleh ketentuan (takdir) Allah atasnya. Lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli Surga, maka ia pun masuk ke dalam Surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya amalan itu tergantung pada akhirnya. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30)
Dia Tetap Berpegang kepada jilbabnya, Walaupun Kapal akan Tenggelam
Ini kisah tentang wanita Mesir yang bersama suaminya akan menunaikan ibadah haji. Mereka datang melalui jalan laut. Mereka tiba dan menunaikan manasik haji.
Mereka thawaf di Ka’bah, melakukan sa’i, meminum air zam-zam, dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka tiada henti-hentinya meneteskan air mata, hingga kembali pulang menuju negeri mereka melalui jalan laut. Suaminya berkata, “Kami berada di dalam sebuah ruangan kamar kapal laut. Ada saya, istri dan anak-anak saya.”
Ketika itu kami sedang bercengkerama, tiba-tiba terdengar teriakan keras dan hentakan telapak kaki. Saya pun keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata semua orang berteriak dengan keras, “Kapal akan tenggelam. Kapal akan tenggelam!”
Dengan penuh ketakutan, saya secepatnya kembali ke kamar dan berkata kepada istri saya, “Kita harus segera keluar, kapal ini akan tenggelam, kapal ini akan tenggelam!” Tapi istri saya menolak, “Tidak, aku tidak akan keluar.”
“Apa yang kamu katakan? Apa kamu sudah gila? Apa akalmu telah hilang? Kapal ini akan tenggelam, kamu ingin mati?”
Dia menjawab, “Aku tidak akan keluar sebelum aku mengenakan jilbabku dengan sempurna.”
Saya berusaha menjelaskan kepadanya bahwa orang-orang saat ini tidak akan sempat memandang wanita, karena sedang berada dalam bencana yang besar.
Istriku menjawab, “Aku tidak akan berdebat dalam perkara ini dan janganlah engkau mendebatku dalam masalah ini. Demi Allah, aku tidak akan keluar dari kamar ini kecuali aku telah mengenakan jilbabku dengan sempurna, jilbab yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.”
Aku pasrah dengan realita yang terjadi. Maka dia mengenakan jilbabnya. Saat itu orang-orang saling mendorong ingin menyelamatkan diri mereka masing-masing.
Lalu dia mengenakan jilbabnya yang mengagumkan. Saat itu istriku tampak sangat tenang. Tidak terlihat tanda-tanda gelisah, takut, dan bersedih. Kemudian kami keluar dan ia telah mengenakan jilbabnya dengan sempurna. Aku memegang tangannya dan ia memegang erat tanganku.”
Tiba-tiba istriku bertanya, “Wahai suamiku, apakah engkau ridha kepadaku?” Aku pun menjawab,”Ya.”
Sungguh aku merasa aneh dengan pertanyaannya. Apakah ini saat yang tepat dia bertanya begitu?”
Dengan jawabanku itu, istriku merasa gembira dan aman. Ia menyunggingkan senyuman. Lalu kami pergi untuk mencari keselamatan. Akan tetapi kami dipisahkan oleh ombak yang besar. Akhirnya kapal kami pun tenggelam.
Tak lama kemudian datanglah tim penyelamat. Mereka menyelamatkan orang-orang yang masih bisa diselamatkan dan tidak mampu menyelamatkan sisanya.
Saya termasuk orang yang selamat. Saya dan anak-anak mencari istri saya di tengah orang-orang yang selamat, namun saya tidak menemukannya. Lalu saya pergi ke tempat para jenazah korban yang tenggelam. Saya mendapatkannya dalam keadaan telah mati dalam jilbabnya.
Laa ilaaha illallah…
Betapa jauhnya para wanita kita dibanding wanita ini. Salah seorang dari mereka keluar rumah dengan merasa aman, bebas, dan tenang. Dengan perasaan seperti itu, ia keluar ke pasar dengan memperlihatkan kepalanya, memakai wewangian, berdandan, dan menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya.
Sebaliknya, wanita yang dalam bahaya dan bencana besar ini tetap berpegang kepada jilbabnya. Saya tidak ingin mengomentari sikap ini. Akan tetapi saya ingin menyerukan kepada saudari-saudari yang beriman, “Bertakwalah (takutlah) kepada Allah dalam jilbab anda. Manakah yang anda pilih, jilbab anda atau Neraka? Bertakwalah kepada Allah tentang simbol kesucian dan kehormatan ini.
Janganlah meninggalkan bagaimanapun keadaan dan perihal anda. Takut terhadap su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek) adalah kebiasaan para ulama dan merupakan sesuatu yang mengejutkan orang-orang shalih.
Sahl bin Abdullah At-Tustury berkata, “jilbabmu atau Neraka? Bertakwalah kepada Allah dalam masalah simbol kesucian dan kehormatan. Jangan melepaskannya bagaimanapun kondisi dan keadaanmu…”
Takut terhadap su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek) adalah kebiasaan para ulama dan sesuatu yang mengejutkan orang-orang shalih.
Sahl bin Abdullah At-Tustury berkata, “Takutnya Shiddiqin terhadap su’ul khatimah ini terjadi pada setiap detak jantungnya dan setiap gerakan. Mereka itulah yang disifati oleh Allah subhanahu wa ta`ala dengan firman-Nya, “Dengan hati yang takut”. (QS. Al-Mukminun: 60)
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya rasa takut terhadap khatimah (akhir hayat) telah menggagalkan tampilnya orang-orang yang bertakwa, dan seakan-akan orang-orang yang berbuat dosa lagi zhalim telah menandatangani kontrak keamanan.
Orang-orang yang bertakwa takut kepada su’ul khatimah, sedangkan orang-orang yang banyak dosa seakan-akan pada diri mereka terdapat jaminan keamanan. Sufyan menangis pada suatu malam dan dia semakin banyak menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, “Semua ini karena anda takut terhadap dosa?”
Beliau mengambil sebuah piring besar di tangannya lalu berkata, “Demi Allah, dosa itu terasa lebih ringan bagiku daripada ini, akan tetapi saya menangis karena takut terhadap su’ul khatimah.”
Maka hendaknya kita takut terhadap su’ul khatimah. Nabi Shalallahu Alayhi wa Sallam di dalam hadits yang shahih bersabda, “Sesungguhnya salah seorang di antara kalian benar-benar mengerjakan pekerjaan ahli Surga, sehingga tidak ada (jarak) antara dia dan Surga itu kecuali sehasta saja. Namun ia telah di dahului oleh ketentuan (takdir) Allah atasnya. Lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli Neraka, maka ia pun masuk Neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kalian mengerjakan pekerjaan ahli Neraka, sehingga tak ada (jarak) antara dia dan Neraka, kecuali sehasta saja, maka ia didahului oleh ketentuan (takdir) Allah atasnya. Lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli Surga, maka ia pun masuk ke dalam Surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya amalan itu tergantung pada akhirnya. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30)
No comments:
Post a Comment