dari milis tetangga;
Ketika menerima utusan dari negara-negara di jazirah arab yg pernah ditaklukan, khalifah umar bin khattab menyambutnya dengan menggunakan jubah satu-satunya yg lusuh dan banyak memiliki tambalan. Jumlah tambalan yg ada pada jubah tersebut ada dua belas.
Sebagai pengganti khalifah Abu Bakar, mestinya khalifah Umar mendapat gaji lebih banyak dari Abu Bakar, sebab wilayah kekhalifahan islam semakin luas, sehingga semakin banyak pula tugas dan kewajiban khalifah Umar, rakyatpun semakin makmur.. Tetapi ia meminta penerimaan gajinya sama dengan khalifah Abu Bakar pendahulunya.
Para sahabat merasa iba dan prihatin atas sikap dan kesederhanaan khalifah Umar itu. Beberapa kali mereka mengusulkan agar khalifah umar mau menerima gaji yg sesuai dengan tanggung jawabnya, namun usulan itu selalu ditolaknya.
“kenapa kalian memaksaku untuk menerima gaji yg melebihi dari kebutuhanku?” kata khalifah Umar. “Ketahuilah meskipun Rasulullah diampunkan dosanya yg telah lewat dan yg akan datang, namun beliau tetap memilih hidup melarat, tetapi tetap bersemangat dalam beribadah, apalagi aku?”.
Itulah khalifah umar bin khattab yg terkenal dengan kezuhudanya. Meski dia sebagai kepala negara atau amirul mukminin, dia tak tergiur oleh gemerlapnya harta benda. Jangankan untuk korupsi, mengambil yg menjadi haknya sendiri saja ia enggan melakukannya.
Karena jubah yg dikenakan selalu itu saja, jubah yg lusuh dan penuh tambalan, para sahabat mengusulkan agar khalifah umar mau menggantinya dengan yg baru. Hal itu merupakan pertimbangan para sahabat, demi menjaga kewibawaan seorang amirul mukminin. Untuk itu, para sahabat bersepakat menunjuk Ali bin Abi Thalib mewakili mereka menyampaikan usulan itu. Mengingat Ali adalah menantu Rasulullah.
“Aku tak berani menyampaikan usulan kalian,” kata Ali bin Thalib, sebaiknya kalian menemui para istri Rasulullah. Mereka adalah ummul mukminin, jadi lebih pantas untuk menyampaikannya. Para sahabat kemudian menemui Aisyah dan Hafsah, dua istri rasul yg tinggal serumah. Karena diminta kedua ummul mukminin itu datang menemui khalifah Umar.
“Bolehkah aku menyampaikan sesuatu kepadamu wahai amirul mukminin?” kata Aisyah.
“Silahkan,” jawab khalifah Umar.
“Khalifah Umar anda adalah seorang pemimpin negara. Anda mewarisi kekayaan kaisar romawi dan persi, pada saat anda menerima para utusan bangsa arab, mengenakan jubah yg lusuh, bagaimana kalau anda mengganti jubah yg anda kenakan dengan yg baru agar tampak anggun dan berwibawa sebagai khalifah. Bukankah Allah telah melimpahkan harta yg berlebih dihadapan anda?”. Belum sampai aisyah menghabiskan ucapanya, tiba-tiba khalifah Umar menangis.
“Demi Allah aku bertanya kepadamu. Pernahkah rasulullah merasa kenyang karena malam roti mewah selama berhari-hari dalam hidupnya?” tanya khalifah Umar.
“Tidak pernah, jawab Aisyah.
“Pernahkah Rasulullah minta diberi hidangan makanan yang enak-enak dan pakaian yang bagus-bagus?”
“Belum pernah.” Jawab Aisyah
“wahai istri Rasulullah, jika kalian tak pernah menyaksikan rasulullah makan dan berpakaian serba merah, lalu mengapa kalian berdua datang mengusulkan agar aku hidup mewah sepeninggal beliau?.
Dari riwayat tersebut bisa kita ambil makna yang mendalam tentang arti sebuah kesederhanaan hidup. Bisa kita bayangkan Khalifah umar sebagai raja pada masa itu tidak merasa malu dan gengsi dengan penampilan jubahnya yang lusuh dan penuh tambalan dihadapan para duta besar utusan negara lain dan disaksikan seluruh rakyatnya.
Karena umar tidak mau memanfaatkan fasilitas yang hanya akan membebani negara, mendingan diberikan buat kemakmuran rakyatnya saja.
Subhanallah jika semua orang dan pemimpin kita pada masa sekarang ini bisa meniru kebesaran hati dan kesederhanaam khalifah Umar,. Semoga kita semua bisa meneladani sikap kesederhanaan dan bijaksananya khalifah Umar dalam kehidupan kita. Amin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment