Tyas bobo lagi


Korban kebijakan pemerintah memajukan jam masuk sekolah ke 06:30.

Dia bangun tidur, mandi, pakai seragam, makan, nonton kartun di TV, tidur2 ayam dilantai, lalu bobo deh keterusan… hehehe….

Kemacetan dan Jam Masuk Sekolah

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
memajukan jam masuk sekolah dari pukul 7:00 menjadi 06:30 memicu
kontroversi di masyarakat umum yang menganggap bahwa kebijakan tersebut
mengorbankan pelajar untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di ibukota.
Kebijakan tersebut dianggap tidak akan mengatasi masalah kemacetan lalu
lintas dan alasan bahwa 14 persen kemacetan disebabkan oleh pelajar
dianggap mengada-ada (Kompas 25 November 2008).

Pendapat lain menganggap bahwa kebijakan memajukan jam sekolah hanyalah
semakin membuktikan ketidakmampuan pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi
kemacetan. Para pelajar akan dipaksa untuk bangun lebih pagi dan mereka
akan mengantuk dalam kelas. Kebijakan itu dianggap akan membuat banyak
pelajar yang datang terlambat dan ruangan kelas menjadi kosong.

Kebijakan untuk memajukan jam masuk sekolah tersebut adalah suatu
kebijakan yang inovatif dan kreatif untuk mengatasi kemacetan di ibukota
mengingat keterbatasan yang banyak dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Reaksi keras dari masyarakat adalah hal wajar yang perlu
diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari suatu kebijakan
yang kontroversial. Pemerintah DKI mesti menjalankan kebijakan ini dengan
konsisten sambil berupaya terus untuk mengurangi kemacetan di ibukota
melalui kebijakan-kebijakan lainnya.

Masalah kemacetan di ibukota, khususnya di pagi hari, akan sedikit
berkurang melalui kebijakan ini. Intensitas kemacetan di ibukota pada jam
puncak di pagi hari akan berkurang seiring dengan bergesernya pergerakan
anak sekolah 30 menit lebih awal. Kontribusi pelajar terhadap kemacetan di
ibukota sebanyak 14 persen adalah masuk akal. Data Pokok Kependidikan dari
Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI menunjukkan bahwa 1,75 juta atau
21 persen dari 8,3 juta jiwa penduduk DKI pada tahun 2006 adalah penduduk
usia sekolah 7-18 tahun.

Kemacetan di ibukota tidak terlepas dari tingginya laju kepemilikan
kendaraan bermotor sebesar 15 persen per tahun yang tidak diimbangi dengan
pertumbuhan panjang jalan yang hanya sebesar kurang dari 1 persen per tahun.
Pengembangan sistem transportasi massal di ibukota pun masih jauh dari
harapan. Inovasi transportasi massal seperti busway yang sudah dapat
mengurangi intensitas kemacetan di jalur-jalur utama di pusat kota masih
belum banyak membantu menguraikan kemacetan di kawasan ibukota lainnya.
Demikian pula dengan Mass Rapid Transit yang sudah lama direncanakan pun
tak kunjung jelas kapan akan direalisasikan.

Tingginya laju kepemilikan kendaraan bermotor di Jakarta seiring dengan
tingginya urbanisasi di megapolitan Jakarta dan juga tidak terlepas dari
peran Jakarta sebagai ibukota negara serta pusat perekonomian dan bisnis
di Indonesia. Menguraikan kemacetan di Jakarta juga mesti mempertimbangkan
perkembangan yang terjadi di kawasan penyangga Jakarta.

Mengingat berbagai keterbatasan untuk mengatasi kemacetan melalui
pengembangan sistem transportasi massal dan tingginya laju kepemilikan
kendaraan bermotor yang sulit dikendalikan maka kebijakan memajukan jam
masuk sekolah perlu dianggap inovatif dan kreatif. Kebijakan memajukan jam
masuk sekolah tentunya lebih realistis ketimbang mesti menunggu sampai
sistem transportasi massal di Jakarta berjalan sesuai yang direncanakan
ataupun membangun lebih panjang jalan untuk mengimbangi perkembangan laju
kepemilikan kendaraan bermotor.

Pada awal pelaksanaan kebijakan ini tentunya diperlukan toleransi bagi
keterlambatan pelajar datang ke kelas mengingat diperlukan waktu bagi
pelajar dan orangtua untuk menyesuaikan dengan jam masuk sekolah yang
lebih awal. Begitu pula diperlukan jaminan ketersediaan angkutan umum di pagi hari yang lebih awal.

Dalam tahapan selanjutnya, pemerintah perlu mengembangkan pelayanan bis
sekolah yang menyediakan pelayanan antar-jemput pelajar dari rumah ke sekolah. Penyediaan bis sekolah ini akan mengurangi kemacetan karena akan mengurangi penggunaan jumlah kendaraan pribadi yang sebelumnya digunakan
untuk antar-jemput pelajar.

Hal lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi kemacetan
berkaitan dengan sekolah adalah penerapan rayonisasi (school attendance
zone) dalam sistem penerimaan siswa. Penerapan sistem ini membatasi siswa
dalam pilihan sekolahnya. Prioritas sekolah diberikan kepada siswa yang
tinggal dekat dengan sekolah tersebut. Penerapan sistem ini akan memperpendek jarak tempuh siswa dari tempat tinggal ke sekolahnya dan
tentunya juga akan mengurangi kemacetan lalu lintas.

Dalam waktu mendatang diperlukan pula koordinasi yang terpadu di kawasan
megapolitan Jakarta dalam penyediaan sarana sekolah. Ketersediaan sekolah
yang berkualitas di kawasan penyangga ibukota adalah mutlak diperlukan
sehingga penduduknya tidak perlu mengirim anak-anaknya untuk mendapatkan
kualitas pendidikan yang lebih baik di pusat kota Jakarta dan hal ini akan mengurangi beban transportasi di ibukota.

No comments: