'Aku (pernah) Bangga Menjadi Muslim.'


Dari milis tetangga.

Ada masa-masa di mana aku dengan bangganya berucap :

"No thanks. I'm a moslem, I don't drink alcohol" atau
"You guys just go for lunch, don't wait for me. Its ramadhan, I'm fasting throughout this month"
"You asked me what I have just been doing? Oh.. I was just praying. It's a compulsary for moslem to pray 5 times a day..".

Jawaban-jawaban seperti di atas pernah kulontarkan dengan bangga dan mantap atas pertanyaan-pertanyaan kolega-kolegaku dari mancanegara yang belum tahu banyak tentang Islam.
Dan (dulu) aku bertambah bangga, melihat respond mereka yang takjub atas jawabanku, dan kembali bertanya seperti ini:

"Are you telling me that you have never been got drunk throughout your life?" or..
"Its impresive. How can you remain productive even though you don't eat or drink anything during working hours in Ramadhan Month?"

Dan yang paling membanggakan, komentar Elaine (bukan nama sebenarnya) , rekan kerjaku waktu aku kerja di Bangkok, yang tertarik dengan ajaran Islam:

"Mahendra, I'm not a religious person, neither is my husband. But, I want my son to be a religious person. And I think Islam will be good religion for him"

Sebuah pernyataan sangat menarik dari seorang Elaine, warga negara China, bersuamikan seorang pria Jerman, yang disatu sisi menyebut dirinya maupun suaminya bukanlah seorang yang religius (baca: atheis?), tapi di sisi lain dia menginginkan anakanya memeluk dan menjalankan sebuaah agama, dan Islam adalah agama yang Elaine inginkan dipeluk oleh anaknya.

Aku terheran-heran mendengar pernyataan Elaine.

Mengapa seorang Elaine yang Atheis, percaya bahwa Islam akan memberi pengaruh baik pada anak laki-laki satu-satunya itu?

"Why?" Tanyaku padanya

"Look at you, Mahendra. As a Moslem You should pray 5 times a day, avoid drinking alcohol, avoid adultery, avoid doing bad things. Keep doing good things. There are so many good values I can see in Islam believes" Elaine melanjutkan.

Menit-menit berikutnya, bak seorang Ustadz Elaine menjelaskan keutamaan-keutamaan dari ajaran muslim. Seperti sholat misalnya. Elaine melihat ritual sholat akan memberikan dampak yang sangat baik bagi orang yang melakukannya. Dengan melakukan sholat 5 kali berarti seorang muslim akan selalu diingatkan pada kekuasaan Tuhan yang pada akhirnya akan menjadi panduan bagi seorang muslim untuk menghindari hal-hal yang tidak baik.
Juga ajaran lainnya seperti larangan minum alkohol, dan berpuasa di bulan ramadhan, dilihat Elaine sebagai bagian dari usha menjaga kesehatan dan kesegaran-kesagaran tubuh.
Menghindari perzinahan sbegai wujud penghormatan terhadap kaum wanita. Dst dst....

"So, I want my son learn and practise those Moslem's Values in his life"
"Beside, I like the 'moslem song' as well." Elaine menambahkan

"What Song?" aku bingung

"The song that always be sung before you guys doing the praying things"jawabnya

"Oh .....we call it as 'Adzan' " aku menjelaskan

"Yes, that Adzan song. I like it. Its so peacefull. Particularly when you hear it early in the morning"

Sejenak ku tertegun, aku baru saja deiceramahi oleh seorang 'Atheis?', yang secara logis dan obyektif menerangkan keutamaan-keutamaan ritual dan ajaran Islam. Penjelasan logis yang lebih dalam dari sekedar khotbah jum'at yang sering kali hanya mengajak umat beribadah semata-mata hanya karena begitulah yang tertulis di Alquran.
Penalaran logis Elaine terhadap keutamaan ajaran Islam membuat Elaine menginginkan anaknya untuk memeluk Muslim.

Landasan berpikir Elaine sangatlah rasional. Alasan dia ingin mengajarkan Islam pada anaknya bukanlah berpijak pada keimanannya pada Allah dan mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, tapi lebih pada penalaran bahwa bila anaknya menjalankan ajaran Islam dengan benar, niscaya anaknya akan berperilaku baik, dan menjalani hidup ini dengan baik.
Jadi, dari sudut pandang Elaine-(seorang Atheis): Muhammad hanyalah dianggap sebagai seorang yang telah menyusun kurikulum ajaran kehidupan dengan sangat komprehensive yang apabila dijalankan dengan benar, akan menuntun manusia menjalani kehidupan di dunia ini dengan baik. Atas dasar penalaran seperti inilah Elaine menginginkan anaknya memeluk agama Islam.
Paradoks yang langka. Di satu sisi Elaine tidak peduli tentang keberadaan Tuhan/ Allah, tapi di sisil lain Elaine mengakui Ajaran islam adalah ajaran yang sangat baik untuk diajarkan pada anaknya.

Aku sedikit tersanjung mendengar penjelasan Elaine. Tersanjung karena setidaknya keberadaan ku sebagai satu-satunya muslim (pada waktu itu) di kantor itu-di bangkok- telah memberikan kesan yang baik pada Elaine tentang ajaran islam (walauapun baru sebatas pada 'kesan', belum sampai pada 'iman').
Penjelasan Elaine tidak hanya membuatku bangga sebagai muslim, di sisi lain juga semakin memberikan motivasi bagiku untuk senantiasa menjaga tindak tandukku untuk mengindari anggapan yang salah tentang penganut agama Islam.

**

Yang kusceritakan di atas adalah masa-masa lalu.
Itu duluuu.....

Belakangan ini, memperkenalkan diri sebagai muslim, atau mencoba untuk memperkenalkan nilai-niali yang dianut dalam ajaran muslim ketika sedang bekerja atau berkunjung di/ke negara-negara dimana muslim menjadi minoritas, , tidak jarang berakhir dengan pertanyaan-pertanyaan atau komentar miring seperti:

"Is it true, in Islam teaching, you may kill innocent people?"

atau samar-samar pernah kumendengar seorang berkomentar di belakangku ketika aku menolak ajakan mereka untuk merayakan selesainya pekerjaan dengan minum-minuman keras, seperti ini"

"Yeah.... Moslem don't drink alcohol. But they do kill people..."

Agaknya 'image' agama Islam sedang berada di titik terendah.

Yang cukup mencengangkan, image yang buruk seperti ini sudah mendunia, tidak hanya dipersepsikan oleh orang-orang di benua Eropa atau Amerika, tapi juga di negara-negara Asia di mana muslim menjadi minoritas di sana.

Di India misalnya, tahun lalu ketiak aku dan rekan kerjaku berkesempatan melakukan kunjungan kerja ke India. aku sempat mendapatkan kesan yang buruk dengan keberadaan Umat Islam di sana.
Waktu itu, daalam perjalanan pulang dari kantor kembali ke Hotel di kota Mumbai, kami sempat menyaksikan pemandangan Dipinggir jalan dimana terdapat segerombolan laki-laki muda berkerumun di pekarangan sebuah rumah, tampak sedang mengantri pembagian makanan.

Melihat pemandangan itu, kami bertanya pada Amit, kolega dari India yang mengantar kami pulang ke hotel waktu itu: Tempat apakah yang sedang kami lihat itu? Mengapa pemuda-pemuda itu mengantri makanan? Bukankah Ekonomi India sedang maju pesat, mengapa masih ada yang harus mengantri makanan- (terlebih-lebih di kota Mumbai- yang merupakan kota pusat keuangan dan perdagangan di Inida?)"

Amit menjelaskan, bahwa tempat tersebut adalah rumah di mana sekelompok dermawan menyediakan makanan bagi para orang miskin secara Cuma-Cuma setiap harinya. Dengan nada sinis Amit memaparkan bahwa mereka yang mengantri di situ adalah sekelompok Muslim pemalas, yang tidak mau bekerja.
Sebenarnya, kalau mereka mau bekerja, banyak sekali lapangan pekerjaan yang tersedia, mengingat pertumbuhan ekonomi India tengah melaju pesat saat itu. Menurut Amit, mereka , pemalas muslim itu, berdalih bahwa dalam ajaran Islam. seorang muslim tidak boleh ber'tuan'kan pada orang non Muslim.
Dengan kepercayaan semacam ini tentu saja mereka banyak yang mengannggur, karena di India muslim adalah minoritas, dan sebagian besar perusahaan di India tentunya dipimpin oleh non muslim-penganut agama Hindu, agama terbesar di sana.

Selanjutnya, Amit menguraikan rincian 'kejelakan-kejelakan' umat muslim India lainnya seperti: tidak mau ikut keluarga berencana sehingga anak-anak mereka sangat banyak dan tak terurus, dicurigai terlibat kegiatan teroris bersama-sama muslim dari Pakistan,. Tidak mau membaur dengan masyarakat India lainnya , dll... dll
Tampaknya, daftar panjang Amit tidak berhenti kalau Amit tidak diberi kode oleh temanku, bahwa Aku juga adalah seorang muslim.
Begitu mengetahui akupun juga seorang muslin, Amit kelihatan salah tingkah, selanjutnya dia perlahan-lahan mulai mengalihkan topik pembicaraan. Dan mulai bercerita, kalau dia juga mengenal muslim yang baik dan terpelajar.

Aku tidak banyak menyanggah atau menanggapi uraian Amit tentang Muslim menurut persepsi-nya itu.
Aku hanya menjelaskan padanya bahwa: dewasa ini banyak umat Islam yang salah memahami ajaran Islam. Dan mungkin itulah yang terjadi dengan umat muslim India yang diamati Amit.

**
Yah begitulah keaadaannya.
Tidak gampang untuk menjadi muslim akhir-akhir ini.

Banyak yang menggembar-gemborkan bahwa banyak pihak luar yang ingin menghancurkan Islam.
Padahal, pada kenyataannya, "kehancuran banyak juga ditimbulkan dari pengrusakan dari dalam umat muslim itu sendiri " .

Kerusakan dari dalam yang bagaimana? Seperti yang berikut ini:
1. Perselisihan dan Pertentangan di kalangan umat muslim sendiri.
Seperti yang terjadi antara Shiah dan Sunny yang tak habis-habisnya saling membunuh satu sama lain.

2. Tindakan-tindakan kekerasan mengatasnamakan ajaran Islam
Terorisme, bom bunuh diri, pemaksaan penerapan nilai-nilai islam dengan lebih mengutamakan tindakan represif daripada persuasif/ dakwah, dll

3. Politisasi Ajaran Islam
Mungkin kita masih ingat suasana pemilihan Presiden antara Megawati dan Gus Dur. Untuk meloloskan Gus Dur sebagai Presiden, dan menjegal Megawati, ada beberapa tokoh partai yang menghembuskan issue berbau gender: bahwa wanita diharamkan untuk menjadi Presiden. Eee... setelah Gus Dur jadi presiden, dan ternyata kebijakannya tidak memuaskan mereka, orang-orang yang sama yang sebelumnya 'mengharamkan perempuan jadi presiden, berbalik mendukung Megawati dan menuntut Gus Dur turun. Umat jadi bingung: jadinya ajarannya yang bener yang mana nih?

4. Arogan.
Menjadi agama terbesar di Indonesia, membuat sebagian umat-nya arogan/sombong. Untuk mencapai tujuan yang diingankan, (lagi-lagi) sering mengedepankan "pemaksaan" daripada dialog.

5. dlll...dlll

No comments: