Pakaian yang mesti engkau pakai, saudariku!



Allah Ta’ala berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59).
Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh
wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24]
: 31).
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan
Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua
telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi,
hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan) . (Lihat Jilbab Al Mar’ah
Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14)
Syarat Pakaian Wanita yang Harus Diperhatikan
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya
memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap pakaian yang dikatakan
sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat kita sebut
sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita kembalikan pada
syarat-syarat pakaian muslimah.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan ini semua tidak
menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti ini adalah pakaian
golongan atau aliran tertentu. Tidak sama sekali. Semua syarat pakaian
wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadits yang
shohih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu. Kami mohon jangan
disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah –ulama pakar hadits abad ini-.
Lalu ada ulama yang melengkapi syarat yang beliau sampaikan yaitu Syaikh
Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para ulama
sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri. Namun semua yang mereka
sampaikan berdasarkan Al Qur’an dan hadits yang shohih.

Syarat pertama : pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah
dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi
termasuk juga telapak kaki.

Syarat kedua : bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi
dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk
bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini
bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj
seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan
kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu
dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah
untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila
jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian
untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.

Syarat ketiga : pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang
dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar
dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat,
yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul
manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok,
kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak
akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium
selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun
adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat
menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota
tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian,
namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah,
125-126)
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan
ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita
dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Syarat keempat : tidak diberi wewangian atau parfum.
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i,
Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no.
323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!

Syarat kelima : tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non
muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita
yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini
berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak
ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja
memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana
yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan
bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias
menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan
foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata
illa billah.

Syarat keenam : bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas
(baca: pakaian syuhroh).
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan
mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya
dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah
atau pakaian yang paling kereatau kumuhsehingga terlihat sebagai orang
yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda
dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan
di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.

Syarat ketujuh : pakaian tersebut terbebas dari salib.
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah),
lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib.
Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah
salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan
lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa
hukumnya haram.”

Syarat kedelapan : pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa
(manusia dan hewan).
Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam
larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di
atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar
(makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan
menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,
”Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah
yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan
ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim,
An Nasa’i dan Ahmad)

Syarat kesembilan : pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan
halal.

Syarat kesepuluh : pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.

Syarat kesebelas : pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .

Syarat keduabelas : bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah.
Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah
sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika
berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa
pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Inilah penjelasan ringkas mengenai syarat-syarat jilbab. Jika pembaca
ingin melihat penjelasan selengkapnya, silakan lihat kitab Jilbab Al
Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul ‘Jilbab Wanita
Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al Mar’ah Al
Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi
pembahasan Syaikh Al Albani.
Jika Allah memberikan waktu longgar, kami akan melengkapi pembahasan
syarat-syarat pakaian wanita pada posting tersendiri. Semoga Allah
memudahkan urusan ini.

Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria untuk memperingatkan istri,
anggota keluarga atau saudaranya mengeanai masalah pakaian ini. Sungguh
kita selaku kaum pria sering lalai dari hal ini. Semoga ayat ini dapat
menjadi nasehatkan bagi kita semua.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap
perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Alhamdullillahillad zi bi ni’matihi tatimmush sholihat.
Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy
Syamilah
2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah
Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun
Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah

Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal

No comments: