Bukan tanpa sebab, kenapa Allah banyak bercerita di dalam kitab sucinya. Bahkan sering diperdengarkan bahwa sepertiga Quran adalah berisi cerita. Kemudian dalam penelusuran saya, perjalanan pemahaman untuk menyelami kehidupan ini, juga karena faktor masukan dari orang lain, belakangan terasa ada keindahan dan kesenangan tersendiri kalau bertutur melalui cerita; lelucon, anekdot dan atau sejenisnya. Tidak hanya pembaca yang memberi respon positif, sayapun menikmati sekali penuturan yang mengalir lewat kepala dan juga bila keluar dari mulut kecil ini dengannya. Seorang pemikir India yang bernama Bhagawan Vyasa mengatakan – sebagaimana dikutip salah satu serial buku Chicken Soup For The Soul – bahwa jembatan yang menghubungkan manusia dengan kebenaran bernama cerita. Dan Allah menegaskan; Walikulli naba’in mustaqorrun (QS 6:67) – Setiap cerita ada tempat tetapnya. Tempat tetap adalah sejumlah bukti yang menunjukkan sebuah kebenaran bukan? Maha
Benar Allah.
Berangkat dari sini, lahirlah kesibukan baru ini yaitu mengoleksi dan mengolah cerita. Dari sekian cerita yang sudah terkumpul dan telah digunakan sebagai jembatan pemahaman, ada beberapa cerita yang terbukti bisa menggugah hidup orang lain. Nyanthol. Berkesan dan melapangkan, sehingga orang jadi mengerti dan paham. Sepaham – pahamnya. Berikut cerita inspiratif sebagai kendaraan pemahaman hakikat hidup.
Seorang kaya raya yang baik hati, kala tengah merenungi keberadaannya, didatangi sang malaikat maut. Tamu yang tak diundang itu begitu menakutkan sampai – sampai membuat tidak berkutik dirinya. Dalam kekalutan seperti itu, sang kematian berkata; “Aku diutus Tuhanmu untuk menjemputmu. Akan tetapi, karena kebaikan dan kedermawananmu selama ini, Tuhan memperkenankanmu untuk memilih salah satu orang yang kaucintai untuk menemanimu.” Dengan tersenyum orang kaya ini memohon waktu untuk menemui keempat isterinya satu per satu.
Yang pertama dipanggil adalah isteri keempat. Tentu saja, karena dia seorang wanita muda yang cantik, dengan tubuh yang menawan, seksi dan terpasang senyumnya yang indah dan mempesona di bibirnya. Namun, betapa terkejutnya orang kaya tadi mendengar jawaban terhadap ajakan untuk menemaninya ke alam kematian. Wanita cantik tadi menolak mentah – mentah ajakan suaminya dengan kata-kata yang menyakitkan. “Apa...!!? Maaf ya, bukannya tidak cinta, saya ini masih muda, cantik dan rupawan, sekiranya Bapak pergi, pasti banyak orang yang ngantri ingin segera melamar dan memiliki saya. Saya sudah memberi sesuai dengan apa yang telah Bapak kasih kepada saya. Itu cukup. Impas sudah. Saya tidak mau menemani Bapak.”
Mendengar jawaban itu, laksana petir membelah bumi. Hati orang kaya tadi hangus terbakar dan menangis tersedu sambil menyesali pilihan hidupnya. Karena terbatasnya waktu, diusirlah isteri kempatnya dan segera dipanggil isteri ketiganya. Walaupun sudah berumur, wanita ini masih kelihatan segar dan menggairahkan. Menanggapi ajakan suaminya untuk menemani ke alam kubur dengan sopan dia berkata: ‘Maafkan kanda, saya hanya bisa menemani sampai di sini saja. Di dunia ini saja. Saya tidak bisa masuk menemanimu ke dalam liang kubur. Sekali lagi, maaf.” Kalau tadi seperti diterjang petir rasanya, kali ini Bapak kaya tadi seperti dihempas tsunami, air bah yang dahsyat dan mematikan. Lagi-lagi ia menangis mengutuki keputusan hidupnya. Sudah dua isteri yang dikasihinya menolak ajakannya.
Dengan semangat hampir putus asa, ia menemui isteri kedua, wanita separo baya yang masih kelihatan enerjik. Kemudian ia mengemukakan ajakan yang sama. Isteri kedua menjawab lebih sopan lagi : ‘Maaf, saya akan temani kanda, namun hanya sampai di liang lahat. Saya tidak bisa mengiringimu ke alam selanjutnya. Itu tidak mungkin.’ Ada sedikit harapan, tetapi tetap masih menyesakkan. Tidak menyelesaikan masalah. Buat apa ditemani sampai di liang lahat saja, karena maunya menemani terus ke alam sana. Akhirnya dipanggillah isteri yang pertama. Pilihan dan harapan terakhir yang masih tersisa. Tak terduga, kendati isteri pertama nyaris luput dari perhatian, jarang diajak makan bersama, bahkan sering disakiti, sering mendapat jatah sisa, dengan senyum tulus dan semangat kedewasaan dibalik usianya wanita ini menjawab dengan penuh kasih dan kelembutan; “Kanda, saya akan ikut dan menemani kemanapun, dimanapun, bagaimanapun dan sampai kapanpun kanda berada”.
Plong !!! Akhirnya ketemu juga.
Ilustrasi tentang empat isteri di atas, sebenarnya adalah ilustrasi tentang isteri dan suami kehidupan setiap orang. Baik laki – laki maupun perempuan. Semua orang memiliki empat elemen isteri atau suami atau kekasih dalam kehidupan ini. Isteri keempat yang paling seksi, paling menarik, muda terus, menghabiskan paling banyak waktu, itulah yang sehari-hari disebut sebagai harta, benda dan tahta. Ia memang sejenis isteri yang menyita paling banyak waktu dan tenaga dalam hidup. Dalam kehidupan banyak orang, lebih dari separuh waktu dan tenaga teralokasi ke sini. Dan sebagaimana cerita di atas, siapa saja yang memperuntukkan waktu dan tenaga hanya untuk harta dan tahta, pasti menyesali kehidupannya di kelak kemudian hari.
Isteri ketiga yang juga mengkonsumsi waktu dan tenaga cukup banyak adalah keluarga dan kerabat kita. Isteri atau suami kita, anak – anak kita dan kerabat dekat lainnya perlu perhatian, kasih - sayang dan lainnya.. Ini juga menghabiskan uang yang tidak sedikit. Dan jangan lupa, golongan isteri yang ini hanya bisa menghantar kita sampai di liang lahat. Di taman pemakaman saja. Tidak sampai masuk ke liang lahatnya. Sesetia-setianya mereka, hanya akan bisa menemani kita sampai di kuburan saja. Setelah itu, mereka hanya menangis sambil kembali ke kehidupan masing-masing.
Isteri kedua – yang selalu kita pelihara, kita jaga dan menghabiskan banyak waktu dan harta juga adalah badan atau tubuh kasar kita. Ia hanya bisa menghantar kita sampai di tempat dan waktu di mana kita dipanggil sang kematian, ketika ajal tiba dan menemani kita masuk ke liang kubur, untuk kemudian ditimbun dengan tanah. Setelah itu, ia kita kembalikan ke pihak yang meminjamkan badan ini, yaitu kembali menjadi tanah.
Dan sebenarnya kekasih atau isteri kita yang paling setia dan akan menemani kita kemanapun kita pergi, dan apapun yang kita lakukan terhadapnya ia hanya mengenal kesetiaan, kesetiaan dan kesetiaan, menerima, menerima dan menerima ialah bernama sang jiwa, ruh kita. Dalam sejumlah tradisi kondisi seperti ini disebut dengan kata kesejatian, kesempurnaan atau darma. Sayangnya, kendati ia yang paling setia, dalam keseharian ia juga yang paling jarang kita perhatikan. Dalam banyak kehidupan, ia malah kerap disakiti. Kebencian, kemarahan, permusuhan dan sejenisnya adalah serangkaian kegiatan yang memukuli sang jiwa. Kalau isteri kedua (badan kasar) kita beri makan setiap hari, kita hanya memberi makanan sang jiwa, tidak sesering makanan badan kita, sekali-sekali saja. Ada bahkan yang tidak pernah memberikan makanan pada jiwanya. Dan kalau makanan badan kasar kita harus beli dan membayarnya, makanan sang jiwa dalam bentuk cinta, cinta dan cinta, ia tersedia
gratis dalam jumlah yang tidak terbatas. Memberi, menerima dan pasrah dengan niat yang tulus dan hati yang bersih. Baik dalam hubungannya dengan Sang Pencipta maupun dengan sesama manusia.
Dari cerita di atas, jika kita golongkan isteri keempat, harta – benda, sebagai kekasih yang pertama, isteri ketiga yaitu keluarga dan kerabat pun isteri kedua yaitu jasad sebagai kekasih kedua, sedangkan isteri pertama yaitu jiwa sebagai kekasih yang ketiga, yang merupakan amal – amal ibadah kita, maka cerita di atas seiring dengan hadits dari Anas r.a., dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Kekasih itu ada tiga, kekasih yang berkata, ‘Aku bersamamu sampai kamu mendatangi pintu raja kemudian aku pulang meninggalkanmu.’ Itu adalah keluargamu dan kerabatmu yang mengantarmu sampai kamu mendatangi kuburmu, (kemudian mereka pulang dan meninggalkanmu) . Kekasih yang lain berkata, ‘Apa yang kamu berikan itulah milikmu dan apa yang kamu tahan itu bukan milikmu.’ Itu adalah hartamu. Kekasih yang lainnya lagi berkata, ‘Aku bersamamu dimana engkau masuk dan dimana kamu keluar.’ Itu adalah amalnya. Lalu dia berkata, ‘Demi Allah, kamu adalah
teman yang paling ringan bagiku’.” (Rowahu al-Hakim).
Kembali ke cerita di atas tentang perjalanan menuju kesempurnaan hidup, hanya isteri pertamalah (ruh atau jiwa yang baik) yang bisa membawa kita ke sana. Kembali ke surga dengan perantara hidayahNya. Bedanya dengan isteri-isteri lain yang egois, isteri pertama selalu mengingatkan kita agar selalu memperhatikan ketiga isteri yang lain secara seimbang, adil dan proporsional, supaya jiwa bisa kuat, tatag dan sehat - walafiat. Makanya, pelihara terus keharmonisan keempat suami – isteri kehidupan kita ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment